Dua Tipe Penguji

Ada dua tipe penguji atau panelis dalam sebuah pelatihan.

1. Tipe semangat 45

Panelis ini sangat bersemangat untuk sharing, untuk membimbing dan untuk berkontribusi kepada peserta. Saat peserta masih belum selesai menyampaikan presentasinya dia sudah memotong duluan. Saat peserta sedang menjelaskan dia sudah bertanya lebih duluan.

Setelah itu akan menggebu-gebu memberikan masukan kepada peserta, kamu harus begini dan begini. Kamu tidak boleh begini dan begitu. Kamu harus ingat materi ini dan itu. Pokoknya bersemangat sekali untuk sharing.

Saya dapat memahami niat baik ini. Karena memang di hatinya sudah terpatri untuk selalu sharing dan untuk selalu membantu.

Ciri-ciri panelis semangat 45 ini adalah tidak sabar dalam mendengar. Dia merasa peserta terlalu bertele2 sehingga perlu segera diluruskan.

Ciri kedua adalah merasa lebih tahu karena sudah duluan mendapat materi pelatihan. Karena itu sangat semangat sekali menyampaikan pengetahuannya ini kepada peserta.

Dengan dua ciri di atas maka kadang panelis semangat 45 bisa terjebak seolah-olah menjadi seorang interogator. Pertemuan seolah-olah menjadi ajang interogasi. Peserta dicecar dengan pertanyaan2 seperti menginterogasi seseorang. Padahal maksudnya baik yakni ingin mengasih masukan.

Jebakan kedua adalah terjebak pada angka2 dan hal-hal teknis. Berkutat pada detail sehingga malah melupakan aspek strategis. Padahal ajang itu harusnya banyak bicara strategis pengembangan bisnis.

Jadi itulah kira2 tipe pertama panelis, tipe semangat 45.

2. Tipe pendengar

Tipe kedua ini akan menyilahkan peserta utk bicara. Kamu silahkan bicara sepuasnya dan saya tdk akan pernah memotong pembicaraanmu. Kamu teruskan berbicara dan saya akan terus mendengar dengan seksama tanpa memotong sama sekali.

Tipe kedua ini akan terus duduk diam mendengarkan sampai peserta berhenti sendiri. Lalu setelah itu dia akan tanya, sudah selesai? Apakah sudah selesai semua? Apakah sudah tidak ada lagi yang akan disampaikan?

Jika peserta menjawab sudah maka barulah panelis yang berbicara. Dia memberikan evaluasinya atas semua yang disampaikan tadi.

Misalnya ada pembicara yang bicara bertele2 dan berputar2 maka panelis akan evaluasi. Kamu tidak fokus dalam menyampaikan sehingga pendengar tidak menangkap apa sebenarnya yang ingin kamu sampaikan.

Ada juga peserta yang presentasi seolah2 sedang menghadapi prospek atau customer. Dia sangat menekankan pada pembicaraan soal produknya. Lalu lupa bicara bisnis. Maka panelis akan evaluasi bahwa tadi itu kamu bukan mempresentasikan apa bisnismu tapi apa produkmu.

Tentu saja ada bermacam2 gaya peserta dalam menyampaikan presentasinya. Tapi semuanya akan didengar dulu dengan sabar oleh panelis tipe pendengar ini. Setelah itu barulah dia melakukan evaluasi.

Sebaiknya panelis tipe ini jeli dalam melihat secara helicopter view. Jeli juga dalam menilai karakter peserta. Ada peserta yang kelihatannya planga plongo, gagap menyampaikan dan kelihatannya tidak paham materi. Tapi dalam dunia nyata omsetnya ratusan M, asetnya sekian T, bisnisnya di mana2 dan lain-lain.

Di sinilah dibutuhkan wisdom saat menjadi panelis. Karena yang dihadapi adalah peserta yang sangat beragam. Ada yang omsetnya masih di angka beberapa juta sampai ada yang sudah ratusan M.

Ada yang pendidikannya informal dan hanya belajar bisnis dari praktik langsung dan sebaliknya ada juga yang pendidikannya tinggi dengan wawasan yang luas.

Ada peserta yang hanya bermain lokal di tingkat kecamatan dan sebaliknya ada peserta yang mainnya sudah sampai ke Eropa dan Amerika.

Masih banyak sekali heterogenitas para peserta kalau kita cari. Belum lagi dari segi background dan bisnis yang ditekuni. Di sinilah para panelis perlu jeli dan wisdom. Dia tidak boleh memposisikan diri sebagai profesor yang menguji disertasi mahasiswa S3. Karena ini adalah forum bisnis bukan akademis.

Lesson learned

1. Seorang panelis sebaiknya adalah seorang pendengar yang baik

2. Seorang panelis sebaiknya adalah seorang yang jeli

3. Seorang panelis haruslah memiliki wisdom

Malang, 12.03.23